12 Februari 2025

Kanal Tips

Saluran Media Tips

Indonesia Targetkan Tambah 100 Gigawatt Energi Terbarukan dalam 15 Tahun, Fokus pada Transisi Energi Berkelanjutan

https://www.antaranews.com/

Indonesia Targetkan Tambah 100 Gigawatt Energi Terbarukan dalam 15 Tahun, Fokus pada Transisi Energi Berkelanjutan

Kanal Tips – Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) yang baru saja berlangsung di Baku, Azerbaijan, menyaksikan pernyataan penting dari delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Hashim S. Djojohadikusumo. Indonesia mengumumkan target ambisius untuk menambah kapasitas pembangkit listrik negara sebanyak 100 Gigawatt dalam kurun waktu 15 tahun ke depan. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 Gigawatt atau 75 persen akan berasal dari sumber energi baru dan terbarukan, seperti tenaga air, panas bumi, biomassa, surya, dan angin. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, tetapi juga mendukung visi pemerintah untuk mencapainya pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, sebagaimana diinginkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Target ambisius ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon melalui transisi energi, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil, terutama Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara, dan beralih ke sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Meskipun data Dewan Energi Nasional (DEN) menunjukkan bahwa pada 2023, bauran energi Indonesia masih didominasi oleh energi fosil, khususnya PLTU batubara yang menyumbang 40,46 persen, kontribusi energi baru terbarukan (EBT) baru mencakup 13,09 persen dari total kapasitas kelistrikan nasional.

Namun, rencana besar untuk menggandakan kapasitas energi terbarukan ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu isu yang mendapatkan perhatian adalah potensi pengembangan bioenergi, yang berisiko mengancam keberadaan hutan, khususnya dalam hal pengembangan biomassa yang berbasis pada monokultur. Salah satu daerah yang menjadi sorotan adalah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), yang direncanakan menjadi lokasi pengembangan pembangkit listrik berbasis biomassa (PLTBm).

Seperti yang dijelaskan oleh Amalya Oktaviani, peneliti dari Trend Asia, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 mencatat adanya sembilan PLTBm baru yang akan dibangun di Kalimantan Barat, dengan kapasitas bervariasi antara 2 Megawatt (MW) hingga 10 MW. Sebagai contoh, PLTBm Siantan yang mulai beroperasi pada 23 April 2018 di Desa Wajok Hulu, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Kalbar, menggunakan teknologi gasifikasi yang memanfaatkan bahan baku seperti cangkang kelapa sawit, kayu, sekam padi, dan limbah pertanian lainnya.

Namun, pengembangan pembangkit listrik berbasis biomassa ini mengandalkan pasokan bahan bakar dari hutan, yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan, mengingat untuk mendukung operasional PLTBm dalam jangka panjang, dibutuhkan luas hutan yang besar. Proyeksi nasional menunjukkan bahwa sekitar 2,3 juta hektare hutan tanaman energi akan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan biomassa yang stabil. Saat ini, beberapa perusahaan di Kalbar, seperti PT Hutan Ketapang Industri, PT Muara Sungai Landak, dan PT Gambaru Selaras Alam, tengah mengembangkan lahan untuk biomassa tanaman energi, yang mengancam keberlanjutan hutan di wilayah tersebut.

Selain tantangan dari pengembangan bioenergi, Kalimantan Barat memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan lainnya, terutama energi surya. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kalbar memiliki potensi energi terbarukan mencapai 25,5 Gigawatt, dengan 20,11 Gigawatt di antaranya berasal dari energi surya. Provinsi ini terletak di sepanjang garis khatulistiwa, yang menjadikannya wilayah dengan intensitas sinar matahari yang tinggi, menjadikannya lokasi yang sangat ideal untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Pakar energi surya dari Universitas Tanjung Pura (Untan), Prof. Yusuf Ismail, menilai bahwa potensi energi surya di Kalimantan Barat sangat besar dan dapat menjadi solusi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan biomassa yang berisiko merusak hutan. Di Untan, telah dibangun sebuah PLTS berkapasitas 1,5 Megawatt peak (MWp) yang merupakan pembangkit terbesar di sektor pendidikan di Indonesia. Proyek ini dipasang di atas lahan seluas 1,5 hektare dan diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 1.786,980 kWh per tahun, sekaligus menjadi contoh pemanfaatan energi surya di Pulau Kalimantan.

Namun, meskipun energi surya memiliki potensi yang besar, pengembangan PLTS dalam skala besar juga memerlukan lahan yang cukup luas. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk memastikan kehandalan, keberlanjutan, dan keekonomian dari penggunaan tenaga surya sebagai salah satu sumber energi utama di Kalimantan Barat. Dengan demikian, pengembangan energi surya di wilayah ini dapat menjadi pilihan yang lebih tepat dan berkelanjutan daripada mengandalkan biomassa, yang justru bisa mengancam keberlanjutan hutan dan keanekaragaman hayati.

Dalam upaya menuju transisi energi yang berkelanjutan, Indonesia juga mengedepankan prinsip keadilan energi. Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN, Cuk Supriyadi Ali Nandar, menegaskan bahwa transisi energi harus diimbangi dengan upaya mengurangi emisi karbon dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa program transisi energi tidak menyebabkan konflik sosial, seperti perampasan lahan, yang dapat merugikan komunitas lokal. Oleh karena itu, transisi energi yang berkeadilan, dengan memastikan distribusi manfaat yang adil dan merata, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak, menjadi kunci utama dalam mencapai tujuan jangka panjang Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan memenuhi target energi terbarukan.